Essai
“BUKU GURUKU YANG TAK PERNAH MARAH”
Oleh : Khairina, S. Pd.I.
[GURU MIN 27 ACEH BESAR]
Melihat judul di atas semua pikiran kita tertuju pada pemahaman makna guru hakiki, orang yang setiap waktu mengajarkan pengetahuan pada anak didiknya. Bentuk guru seperti ini sering disetir dalam hadits dengan ungkapan “muallim/muallimah.” Namun, berbeda dengan guru yang dimaksud pada judul ini, yaitu guru dalam makna majazi. Buku-buku diumpamakan guru yang senantiasa mengajarkan banyak pengetahuan kepada siapa saja yang mau belajar membaca padanya; terpancar sinar ketulusan, keikhlasan dan bijak walaupun telah berulang kali menanyakan suatu persoalan yang belum dipahami muridnya. Dari itulah sejati antara guru hakiki dan guru majazi saling bersinerji dalam menerangi umat. Imam Asy-Syafi’I ra. pernah berpesan dalam salah satu syairnya, “ilmu itu bagaikan burung yang liar maka jika engkau hendak menjinakannya, ikatlah dia dengan pena,” Makna pena dalam kalimat ini adalah tulisan/pengetahuan yang ditulis di dalam sebuah buku.
Membaca banyak buku akan terbuka cakrawala berpikir seseorang sehingga mendapatkan pengetahuan yang luas, dari itu istilah lain dengan membaca banyak buku semakin banyak pula ilmu pengetahuan dan wawasan yang dimilikinya. Menempati posisi guru sebagai pribadi yang mulia, buku salah satu di antara yang patut untuk dijadikan contoh. Buku akan memberikan ruang untuk belajar dan pemahaman keragaman pengetahuan, semakin banyak membaca akan mudah dalam mengadopsi pengetahuannya, mungkin saja pemahaman ini setara dengan istilah yang popular hari ini, yaitu “merdeka belajar”, artinya kebebasan dan kematangan wawasan akan diperoleh dari hasil bacaannya. Pendekatan lain dalam istilah ”merdeka belajar” dapat ditarik contoh melalui penerapan “membaca senyap.” Pendekatan ini di samping berguna bagi pengembang literasi, juga akan memperkuat pemahaman dari hasil bacaan siswa sehingga ia semakin mengemari buku bagaikan mencintai gurunya.
Berguru pada buku dengan rajin membacanya diyakini akan membantu seseorang untuk mempercepat menemukan jadi dirinya. Untuk itu, sepatutnya menjadikan buku sebagai bagian dari kehidupan kita. Dengan buku seorang pembaca akan mendapatkan pengetahuan yang luas, mudah mengamati dan memahami orang lain. Demikian pula seorang yang sangat mencintai buku dan yang tidak mencintainya akan terlihat jelas perbedaannya. Biasanya, orang yang kurang membaca buku informasi yang disampaikan baik dalam suatu forum, berbicara pribadi maupun dalam mengajakan orang lain berbeda jauh dengan yang banyak membaca. Dari itulah membaca buku harus dijadikan sebuah kegemaran dan kebiasaan yang baik. Tentu saja, buku yang dibaca adalah buku-buku yang berkaitan dengan profesi kita masing-masing. Seorang pendidik akan memilih buku-buku bacaan yang memiliki nilai positif, berguna bagi pembangunan pendidikan sehingga setiap hasil bacaan yang diajarkan secara tulus akan tercatat sebagai amal jariah yang terus mengalir sepanjang masa.
Bergurulah pada buku! Seberapa bodoh dan dungunya kita dia tidak pernah marah, pasti mengajarkan jawabannya. Sudah waktunya memulai kebiasaan ini. Menjadikan buku sebagai guru teladan dalam kehidupan untuk menimba banyak pengetahuan dengan cara membaca dan menelaahnya, apalagi yang berprofesi sebagai guru hakiki, membaca banyak buku menjadi keharusan baginya. Ketika seorang guru hakiki menjadikan buku sebagai guru yang dicintai maka diyakini seorang guru hakikit akan diperkaya oleh wawasan dan pengetahuan yang sangat berguna ketika melakukan transformasi ilmu terhadap peserta didik dan masyarakatnya[]